Pembentukan WANKAMNAS Alat Represi Baru?
Endah Sulistiowati (Direktur Muslimah Voice)
Rencana pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN) mendapatkan kritik dari berbagai pihak. Dengan adanya DKN, akan ada tumpang tindih kewenangan dengan lembaga dan kementrian lain. Di sisi lain, pembentukan DKN bisa memicu pemborosan anggaran negara.
Pada 8 Agustus 2022, Kepala Biro Persidangan, Sisfo, dan Pengawasan Internal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Brigjen TNI I Gusti Putu Wirejana mengaku sudah mengirim surat dan rancangan Perpres kepada Presiden Joko Widodo terkait perubahan Wantanas menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas/DKN).
Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Dewan Keamanan Nasional (DKN) ditolak sebagian elemen masyarakat lantaran rancangan perpres ini bermasalah secara hukum dan konstitusional. Dikhawatirkan ada hiden agenda di balik dari Raperpres tentang Dewan Keamanan Nasional dengan intensi intensi yang khusus. Pembentukan DKN akan membuka ruang terjadinya pendekatan-pendekatan yang militeristik seperti terjadi di masa lalu. Pembentukan DKN ini berpotensi membuka tata kelola pertahanan keamanan seperti di masa lalu dengan model yang represif. Diketahui saat ini tidak ada undang undang disektor pertahanan keamanan baik UU TNI, UU Pertahanan, UU Polri yang memerintahkan agar pemerintah membentuk Dewan Keamanan Nasional. Oleh karena itu tidak ada landasan hukum yang kuat selevel undang undang untuk membentuk dewan keamanan nasional sehingga membentuk dewan keamanan nasional melalui peraturan presiden keliru.
Rancangan perpres ini semakin menimbulkan kerumitan tata kelola pertahanan dan keamanan karena definisi keamanan nasional dalam rancangan perpres ini luas dan menggabungkan fungsi pertahanan dan keamanan yakni menggabungkan TNI dan Polri kembali di bawah DKN. Dewan keamanan nasional akan menimbulkan tumpang tindih fungsi dengan kelembagaan lain yakni dengan Menko Polhukam, Lemhannas, Wantimpres dan lain sebagainya.
Dan yang perlu disorot adalah pembentukan Dewan Keaman Nasional berpotensi mengarah seperti Kopkamtib sebagai wadah represi yang pernah hidup di masa Orde Baru. oleh karena itu ini tentu dapat berbahaya bagi kehidupan bernegara.
Pembentukan DKN merupakan agenda lama yang dimasukan dalam RUU Kamnas. Namun, karena mendapat penolakan sebagian masyarakat, RUU ini pun gagal disahkan sehingga DKN gagal dibentuk. Dengan demikian, langkah pemerintah saat ini dinilai merupakan jalan pintas Pemerintah pasca RUU Kamnas gagal disahkan.
Kita tentu khawatir bila pembentukan DKN yang terkesan tertutup patut dikhawatirkan bahwa pemerintah sedang membentuk wadah represi baru seperti halnya pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada masa Orde Baru.
Dewan Keamanan Nasional melalui Sekjen DKN memiliki fungsi pengendalian penanganan krisis nasional, serta pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan penanganan krisis nasional. Dengan kewenangan pengendalian keamanan itu maka dewan keamanan nasional memiliki kewenangan yang sangat luas yang dapat mengontrol kondisi stabilitas keamanan yang potensial berdampak pada hak - hak rakyat. Fungsi kelembagaan pengendali seperti dewan keamanan nasional ini serupa tapi tak sama dengan Kopkamtib seperti pada masa orde baru dan ini berbahaya bagi harmoni di tengah - tengah umat.
Hendaknya pemerintah tidak mengabaikan sejarah dan pelan-pelan mengembalikan model politik otoritarian dengan membentuk dewan keamanan nasional dan melakukan revisi UU TNI dengan tujuan melegitimasi penempatan TNI dalam jabatan Sipil. Dan bagi masyarakat, penting sekali agar tidak ada penindasan sistemik kepada masyarakat sipil.[]
Komentar
Posting Komentar